Na :)
Sabtu, 16 Januari 2016
sayangi sesamamu.. :)
Ya Allah, Engkau ciptakan manusia atas dasar kasih dan sayang-Mu. bagaimana kemudian hamba bisa menjadi manusia yang tak mempunyai kasih sayang?
Ya Allah, Engkau pelihara hamba dengan cinta-Mu yang tulus untuk kepentingan hamba semua, lalu bagaimana mungkin hamba menjadi manusia yang hidup tanpa cinta dan memenuhi kehidupan dengan pertikaian dan permusuhan?
Ya Allah, Engkau pelihara bumi dan langit dengan pemberian yang tak terhingga, lalu bagaimana mungkin hamba bisa hidup dengan tangan terbelenggu lantaran kikir dan menebar kebencian dan permusuhan lantaran keserakahan dan kesombongan?
Itu semua mungkin karena hamba hidup di atas nafsu, bukan di atas ridha-Mu.
Bila Engkau berkehendak, tetapkan sifat kasih sayang-Mu menjadi sifat hamba juga, mengalahkan segala potensi sifat-sifat buruk yang ada. Agar hamba bisa menjadi manusia pengasih, yang peduli terhadap nasib sesama.
Wahai Pemberi rezeki, jangan biarkan hamba memenuhi perut hamba sendiri sementara ada begitu benyak perut yang terabaikan. Jangan biarkan hamba mampu menikmati kemewahan dalam kesendirian tanpa ada keinginan berbagi. Dan jangan biarkan hamba hidup tanpa sentuhan kasih dan sayang-Mu, yang membuat hamba hanya menjadi manusia tanpa jiwa. Kering dan hampa.
Aamiin..
#Ust. Yusuf Mansur "The Secret of a Happy Life"
Jumat, 25 Desember 2015
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAKS
I. LAPORAN PENDAHULUAN
A.
DEFINISI
PNEUMOTORAK
Pneumotorak merupakan suatu keadaan
dimana terdapat akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara
pleura visceral dan pariental, yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru.
Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang, terhadap rongga dada.
Pneumotorak merupakan suatu keadaan
terdapatnya udara di dalam rongga pleura.(Arif Muttaqin,2008)
B.
ETIOLOGI
1. Infeksi
saluran napas
2. Adanya
rupture ‘bleb’ pleura
3. Traumatik
misalnya pada luka tusuk
4. Acute lung injury yang
disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia
5. Penyakit
inflamasi paru akut dan kronis (penyakit paru obstruktif kronik(PPOK), TB Paru,
fibrosis paru, abses paru, kanker dan tumor metastase ke pleura.
C.
KLASIFIKASI
PNEUMOTORAK
Pneumotorak
dapat diklasifikasikan menjadi spontan dan traumatic.
1. Traumatic
dapat dibagi lagi menjadi :
a.
Pneumotorak iatrogonik
Terjadi karena akibat komplikasi
tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu:
1)
Pneumotorak traumatic
iatrogonik aksedentil ini terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis
dada, biopsy pleura, biopsi transbronkial, biopsy/aspirasi paru perkutaneus.
2)
Pneumotorak traumatic
iatrogonik artificial (delibarate)
merupakan pneumotorak yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam
rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk
terapi tuberkolusis (sebelum era antibiotic), atau untuk menilai permukaan
paru.
b.
Pneumotorak
non-iatrogenik (accidental)
2. Pneumotoraks
spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya penyakit yang mendasari)
ataupun sekunder (komplikasi dari penyakit paru akut atau kronik).
D.
PATOFISIOLOGI
Patofisologi narasi :
Pneumotoraks dapat
disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan /
laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit
berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang
pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks.
Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan
gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan
gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Patofisiologi skema :
E.
MANISFESTASI
KLINIS
1.
Pasien mengeluh awitan
mendadak nyeri dada pluritik akut yang terlokalisasi pada paru yang sakit
2.
Nyeri dada pluritik biasanya
disertai sesak napas, peningkatan kerja pernapasan, dan dispnea
3.
Gerakan dinding dada
mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak mengembang seperti sisi yang
sehat
4.
Suara napas yang jauh
tidak ada
5.
Perkusi dada
menghasilkan suara hipersonan
6.
Takikardia sering
terjadi menyertai tipe pneumotoraks
7.
Tension pneumotorak
a.
Hipoksimia (Tanda awal)
b.
Ketakutan
c.
Gawat napas (takipenea berat)
d.
Peningkatan tekanan
jalan napas puncak dan rerata, penurunan komplians, dan auto-tekanan ekspirasi
akhir positif (aotu-PEEP) pada pasien
yang terpasang ventilasi mekanis
e.
Kolaps kardiovaskuler
(frekuensi jantung >140kali/menit pada setiap hal berikut: sianosis perifer,
hipotensi)
F.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana dari
kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi klinis, serta penyakit
yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan berdasarkan jarak antara apeks
paru dengan kubah ipsilateral rongga toraks, seperti yang terlihat pada rontgen
toraks posisi tegak. Dikatakan pneumotoraks minimal bila jaraknya adalah < 3 cm dan besar bila
jaraknya > 3 cm.
Pada kelainan
yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya intervensi dan biasanya pasien
cukup diobservasi kecuali menetapnya udara yang terkumpul. Tidak dibutuhkan
adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila pada pemeriksaan foto rontgen
menunjukkan hasil yang sama dalam 24 jam. Pada pneumotorak yang luas,
dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari
kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura dan menutup kebocoran
yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang terjebak memiliki volume yang
cukup besar dan pasien mengalami kesulitan bernapas, dibutuhkan penusukan
selang trakeostomi dan pemberian tekanan negatif dengan menggunakan suction (-20 cmH2O). Selang trakeostomi ditusukkan pada
garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami ekspansi secara lambat
karena ekspansi secara cepat akibat evakuasi udara yang terjebak, dapat
menimbulkan komplikasi baru yaitu udem paru. Pada keadaan pneumotoraks yang
cukup luas, akan lebih baik untuk tidak memberikan tekanan negatif secara
terburu-buru namun sebaliknya membiarkan udara yang terjebak untuk keluar
secara perlahan-lahan dan kemudian membaik secara spontan sebelun suction digunakan.
Suction
dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada rongga toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun
selang WSD dapat dipertahankan. Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan adanya udara
lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan, maka hal tersebut
merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan udara pleura, parenkim paru
atau fistula bronkopleura yang membutuhkan tindakan operasi.
G.
DISCHARGE
PLAINNING
1.
Biasakan konsumsi
makanan yang banyak mengandung vitamin dan bergizi
2.
Istirahat yang cukup
3.
Berhenti merokok dan
hindari kontaminasi asap rokok
4.
Berhenti minum alkohol
5.
Kenali tanda gejala
penyakit kurangi stress
6.
Kontrol foto thoraks
ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk evaluasi
7.
Apabila selama 7 hari
pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka diperlukan tindakan aspirasi ataupun pemasangan WSD.
H.
KOMPLIKASI
Tension
pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini mungkin
mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan dapat terjadi
sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo - mediastinum
terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus / bronkus.
II.
ASUHAN
KEPERAWATAN PNEUMOTORAK
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Identitas
klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
Keluhan
utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah
untuk melakukan pernapasan.
a)
Riwayat
Penyakit Saat Ini
Keluhan
sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih
nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma
yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru. Ledakan
yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang
mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung
menembus pleura.
b)
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah
klien pernah menderita penyakit seperti TB paru di mana sering terjadi pada
pneumotoraks spontan.
c)
Riwayat Penyakit
Keluarga
Perlu ditanyakan apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan
pneumotorak seperti kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.
d)
Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial
meliputi perasaan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien
pada tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
2.
Pemeriksaan
Fisik
B1(Breathing)
·
Inspeksi : Peningkatan
usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernpasan. Gerakan
pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi
yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.
·
Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang
sakit. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa
saja normal atau melebar.
·
Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit,
hipersonor sampai timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah
thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
·
Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada
sisi yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan
semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
B2
(Blood)
Perawat perlu memonitor
pneumotoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.
B2
(Brain)
Pada inspeksi, tingkat
kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah
compos mentis, somnolen atau koma.
B4
(Bladder)
Pengukuran volume
output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh kaarena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari syok.
B5
(Bowel)
Akibat sesak napas,
klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
B6
(Bone)
Pada trauma di rusuk
dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak dada
sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan
dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari disebabkan adanya sesak napas,
kelemahan dan keletihan fisik secara umum.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
B.
DIAGNOSIS
KEPERAWATAM
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura
2. Resiko
tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan WSD
C.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan
pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspensi paru sekunder
terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam
setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif.
|
|
Kriteria evaluasi :
Irama, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan Rontgen thoraks
terlihat adanya pengembangan dan paru, bunyi napas terdengar jelas.
|
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi faktor penyebab
kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi mekanik pernapasan
|
Memahami penyebab dari kolaps
paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada pneumotorak dan menentukan
untuk intervensi lainnya.
|
Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernpasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
|
Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi dan kedalaman pernpasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi pasien.
|
Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, atau dalam posisi duduk.
|
Penurunan difragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
|
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
|
Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
|
Lakukan auskultasi suara tiap 2-4
jam
|
Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara napas pada bagian paru, kemungkinan akibat dari berkurangnya
atau tidak berfungsinya lobus,segmen dan salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps paru suara
pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi
paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
|
Bantu dan ajarkan klien untuk
batuk dan napas dalam yang efektif.
|
Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
|
Kolaborasi untuk tindakan
dekompresi dengan pemasangan WSD
|
Dengan WSD memungkinkan udara
keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang
dengan jalan mempertahankan tekanan negatif.
|
Resiko tinggi
trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan WSD.
|
|
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan
intervensi resiko trauma pernapasan tidak terjadi
|
|
Kriteria evaluasi:
Irama, Frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam
batas normal, pada pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan
paru, bunyi nafas terdengar jelas.
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
|
Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan keadaaan pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
|
Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
|
Peningkatan RR dan Takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
|
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam
posisi duduk
|
Posisi setengah duduk atau duduk
dapat mengurangi risiko pipa/selang WSD terjepit.
|
Perhatikan undulasi pada selang WSD
|
Undulasi (pergerakan cairan di
selang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam botol WSD)
merupakan indikator bahwa drainase selang dalam keadaan optimal. Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai
makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi, antara lain.
·
Motor suction tidak
berjalan.
·
Selang tersumbat atau
terlipat.
·
Paru telah
mengembang.
Oleh karena itu, perawat harus
yakin apa yang menjadi penyebab, segera diperiksa kondisi sistem drainase, dan
amati tanda-tanda kesulitan bernapas.
|
Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan
mengubah posisi
|
Menghindari tarikan spontan pada
selang yang mempunyai risiko tercabutnya selang dari rongga dada.
|
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat
tanggal dan waktu.
|
Tanda atau batas pada botol dpat
menjadi indikator dan bahan monitor terhadap keadaan drainase WSD.
|
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
|
Gravitasi. Udara dan cairan
mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
|
Beri penjelasan pada klien tentang perawatan WSD.
|
Meningkatkan sikap kooperatif
klien dan mengrangi resiko trauma pernapasan.
|
Bantu dan ajarkan klien untuk melakukan batuk dan
napas yang efektif.
|
Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk
lebh efktif.
|
Referensi :
Nurarif,Amin
Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Muttaqin
Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Langganan:
Postingan (Atom)