Senin, 21 Desember 2015
Asuhan Keperawatan Encephalitis
A.
Konsep
dasar Medis
1.
Pengertian
Ensefalitis
adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan jaringan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan
oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000).
Enchepalitis
adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena
virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat masuk
melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat
melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan
enchepalitis seperti pada imunisasi polio. Enchepalitis karena amuba
diantaranya amuba Naegleria Fowleri, acantamuba culbertsoni, yang masuk melalui
kulit yang terluka. ( Dewanto, 2007).
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus. (Arif Mansur, 2000).
Ensefalitis
adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).
2.
Etiologi
1.
Mikroorganisme
: bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam
Encephalitis virus menurut Robin :
a.
Infeksi
virus yang bersifat epidermik :
-
Golongan
enterovirus : Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
-
Golongan
virus ARBO : Western Equire Encephalitis, St. Louis Encephalitis, Eastern
Equire Encephalitis, Japanese B. Encephalitis, Murray Valley Encephalitis.
b.
Infeksi
virus yang bersifat sporadic :
Rabies,
herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic,
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
c.
Encephalitis
pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia,
pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
2.
Reaksi
toksin seperti pada thypoin fever, campak, chicken pox.
3.
Keracunan
: arsenik, CO
3. Patofisiologi
4.
Manifestasi
Klinis
1.
Demam
2.
Sakit
kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan
3.
Pusing
4.
Muntah
5.
Nyeri
tenggorokan
6.
Malaise
7.
Nyeri
ekstrimitas
8.
Pucat
9.
Halusinasi
10.
Kejang
11.
Gelisah
12.
Gangguan
kesadaran
5.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Pemeriksaan
cairan serebrospinal warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara
50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan
glukosa dalam batas normal.
2.
Pemeriksaan
EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas
rendah.
3.
Pemeriksaan
virus ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi yang spesifik
terhadap virus penyebab.
6.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada encaphilitis menurut Victor,
2001 antara lain :
a.
Isolasi : bertujuan mengurangi
stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
b.
Terapi
antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a)
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b)
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c.
Bila
encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurun mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan
selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d.
Untuk
kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
e.
Mengurangi
meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak.
f.
Mempertahankan
hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
g.
Glukosa
20 %, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.
h.
Kortikosteroid
intramusculas atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema
otak.
i.
Mengontrol
kejang : Obat ontikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j.
Valium
dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k.
Bila
15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama.
l.
Jika
sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m.
Mempertahankan
ventilasi : bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-31/menit)
n.
Penatalaksanaan
shock septik.
o.
Mengontrol
perubahan suhu lingkungan.
p.
Untuk
mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal beris dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan
largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau
intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral.
7.
Komplikasi
Komplikasi pada encephalitis berupa :
a.
Retardasi
mental
b.
Iritabel
c.
Gangguan
motorik
d.
Epilepsi
e.
Emosi
tidak stabil
f.
Sulit
tidur
g.
Halusinasi
h.
Enuresis
i.
Anak
menjadi perusak dan melakukan tingakan asosial lain.
8.
Masalah
yang Lazim Timbul
1.
Risiko
infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen. Stasis cairan tubuh. Penekanan
respon inflamasi (akibat obat). Pemajanan orang lain terhadap patogen.
2.
Risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema cerebral yang
mengubah/menghentikan aliran darah/vena.
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4.
Nyeri
b.d adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5.
Hambatan
mobilitas fisik b.d kerusakan neuromoskuler penurunan kekuatan/ketahanan.
6.
Hipertermi.
7.
Risiko
cedera.
8.
Ketidakmampuan
koping keluarga.
9.
Distres
spiritual b.d ketidakmampuan berinteraksi sosial, perubahan hidup, sakit
kronis.
10.
Defisit
perawatan diri.
11.
Disfungsi
seksual.
B.
Konsep
dasar Asuhan Keperawatan Ensefalitis
I.
Riwayat
Penyakit
A.
Keluhan
Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan tingkat
kesadaran.
B.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya sakit kepala dan demam
yang merupakan gejala awal yang sering terjadi. Sakit kepala berhubungan dengan
ensefalitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi selaput otak. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
C.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan
klien mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumenia. Pengakajian pada
anak mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus,
seperti virus influenza, varisela, adenovirus, coxsachie, ekhovirus, atau
parainfluenza, infeksi bakteri, parasit sel satu, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian penggunaan obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian
antibiotik) dapat meningkatkan kompherensifnya pengkajian.
D.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh :
Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E,
Coli, dan lain-lain.
E.
Pengkajian
Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,
cemas, serta ketidak mampuan untuk untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang
secara sadar biasa digunakan klien selama masa setres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah
kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat setres.
II.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Tanda-Tanda
Vital (TTV)
Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih
dari normal 39-41°. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari
selaput otak yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai
peningkatan frekuensi nafas sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami
ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningkatan TIK.
2)
B1
(Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas yang sering
didapatkan pada klien ensefalitis yang disertai adanya gangguan pada sistem
pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis
karena akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
3)
B2
(Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovelemik) yang sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah mengganggu
autoregulasi dari sistem kardiovaskuler.
4)
B3
(Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
·
Pengkajian
tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan.
·
Pengkajian
fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
·
Pengkajian
saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII
Saraf I : biasanya pada
klien ensefalitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II : tes ketajaman
penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan
terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV dan VI :
pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V : pada klien
ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII : persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
Saraf VIII : tidak ditemukan
adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI : tidak ada atrofi
otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII : lidah simetris,
tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
·
Pengkajian
sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
·
Pengkajian
refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
-
Gerakan
involunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
·
Pengkajian
sistem sensorik
Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri dan suhu yang normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan tubuh,
sensasi propriosefsi dan diskriminatif normal. Inflamasi pada selaput otak
mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda
tersebut adalah kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher.
5)
B4
(Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume
urine output, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
6)
B5
(Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
7)
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu oleh orang lain.
III.
Diagnosis
Keperawatan
1)
Gangguan
perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
3)
Resiko
pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
4)
Resiko
tinggi trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran
5)
Nyeri
yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak
6)
Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
7)
Gangguan
persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori,
transmisi sensori, dan integrasi sensori
IV.
Perencanaan
Sasaran klien dapat meliputi jalan nafas klien yang bersih dan
kembali efektif, klien bebas dari cedera, dan nutrisi klien terpenuhi
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAFAS YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKUMULASI SEKRET, KEMAMPUAN
BATUK MENURUN AKIBAT PENURUNAN KESADARAN
|
|
Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan jalan nafas kembali efektif
Kriteria
: secara subjektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 18-20 kali/menit. Tidak
menggunakan alat bantu nafas, retraksi ICS (-), ronki (-), mengi (-). Dapat
mendemonstrasikan cara batuk efektif.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Kaji
fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum
|
Memantau
dan mengatasi komplikasi potensial.
Pengkajian
fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena
pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan
atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma yang berkembang
dengan cepat.
|
Atur
posisi fowler dan semifowler
|
Peninggian
kepala tempat tidur memudahkan pernafasan, meningkatkan ekspansi dada dan
meningkatkan batuk lebih efektif
|
Ajarkan
cara batuk efektif
|
Klien
berada pada resiko tinggi jika tidak dapat batuk dengan efektif,
|
Lakukan
fisioterapi dada, vibrasi dada
|
Terapi
fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
|
Penuhi
hidrasi cairan via oral, seperti minum air putih, dan pertahankan asupan
cairan 2.500 ml/hari
|
Pemenuhan
cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar dari tubuh
|
Lakukan
pengisapan lendir dijalan nafas
|
Pengisapan
mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih
|
RESIKO
CEDERA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG, PERUBAHAN STATUS MENTAL, DAN PENURUNAN
TINGKAT KESADARAN
|
|
Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh
kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
Kriteria
: klien tidak mengalami cedera apabila terjadi kejang berulang
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Monitor
kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
|
Gambaran
tribalitas sistem persarafan pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi
|
Persiapkan
lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman dan alat suction
selalu berada dekat klien
|
Melindungi
klien bila kejang terjadi
|
Pertahankan
bedrest total selama fase akut
|
Mengurangi
resiko jatuh atau terluka jika vertigo, sinkop dan ataksia terjadi
|
Kolaborasi
pemberian terapi : diazepam, fenobarbital
|
Untuk
mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan
: phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
|
RESIKO
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI : KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKMAMPUAN MENELAN, KEADAAN HIPERMETABOLIK
|
|
Tujuan
: dalam waktu 5x24 jam setelah mendapatkan intervensi nutrisi klien
terpenuhi.
Kriteria
: tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam batas normal.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
kaji
kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya secret
|
Faktor-faktor
tersebut menentukan kemampuan menelan klien dan klien harus dilindungi dari
risiko aspirasi
|
Auskultasi
bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bising usus
|
Fungsi
gastrointestinal tergantung pula pada kerusakan otak, bising usus menentukan
respons feeding atau terjadinya komplikasi misalnya illeus
|
Timbang
berat badan sesuai indikasi
|
Untuk
mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan
|
Berikan
makanan dengan cara meninggikan kepala
|
Menurunkan
risiko regurgitasi atau aspirasi
|
Pertahankan
lingkungan yang tenang dan anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk
memberikan makanan pada klien
|
Membuat
klien merasa aman sehingga asupan dapat dipertahankan
|
V.
Implementasi
& Evaluasi
NO
|
Hari/tanggal
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
S
:
O
:
A
:
P
:
|
||||
Referensi :
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda (North American Nursing Diagnosis
Association) Nic-Noc, Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Yogyakarta : MediaAction
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar